Joyce
da Sill (2001) megatakan bahwa proses konseling gestalt terjadi dalam tahapan
tertentu yang fleksibel. Tiap-tiap tahap memiliki prioritas dan tujuan tertentu
yang membantu konselor dalam mengorgaisasikan proses konseling. Tahap-tahap
tersebut yaitu:
1. Tahap
pertama (the beginning phase)
Pada
tahap ini konselor menggunakan metode fenomenologi untuk meningkatkan kesadaran
konseli, menciptakan hubungan dialogis mendorong keberfungsian konseli secara
sehat dan menstimulasi konseli untuk mengembangkan dukungan pribadi dan
lingkungannya. Secara garis besar, proses yang dilalui dalam konseling tahap
pertama adalah:
a. Menciptakan
tempat yang aman dan nyaman untuk prose konseling.
b. Mengembangkan
hubungan kolaboratif.
c. Mengumpulkan
data, pengalaman konseli dan keseluruhan gambaran kepribadiannya dengan
pendekatan fenomenologi.
d. Meningkatkan
kesadaran dan tanggug jawab pribadi konseli.
e. Membangun
sebuah hubungan yang dialogis.
f. Meningkatkan
self-support, khususnya dengan
konseli yang memiliki proses diri yang rentan.
g. Mengidentifikasikan
dan mengklarifikasikan kebutuhan-kebutuhan konseli dan tema-tema masalah yang
muncul.
h. Membuat
prioritas dan kesimpulan diagnosis terhadap koseli.
i.
Mempertimbangkan isu-isu budaya dan
isu-isu lainnya yang memiliki perbedaan potensial antara konselor dan konseli
serta mempengaruhi proses konseling.
j.
Konelor mempersiapkan rencana untuk
menghadapi kondisi-kondisi khusus dari konseli, seperti menyakiti diri sendiri,
kemarahan yang berlebihan, dan sebagainya.
k. Bekerjasama
dengan konseli untuk membuat rencana konseling.
2. Tahap
kedua (clearing the groud)
pada
tahap ini proses konseling berlanjut pada strategi-strategi yang lebih
spesifik. Peran konselor adalah secara berkelanjutan mendorong dan memangkitkan
keberanian konseli mengungkapkan ekspresi pengalaman dan emosi-emosinya dalam
rangka katarsis dan menawarkan konseli untuk melakukan berbagai eksperimentasi
untuk meningkatkan kesadarannya, tanggung jawab pribadi, dan memahami unfinished bussines. Adapun proses tahap
ini meliputi:
a. Mengeksplorasi
introyeksi-introyeksi dan modifikasi kontak.
b. Mengatasi
urusan yang tidak selesai.
c. Mendukung
ekspresi-ekspresi konseli atau proses katarsis.
d. Melakukan
eksperimentasi perilaku baru dan memperluas pilihan-pilihan bagi konseli.
e. Terlibat
secara terus menerus dalam hubugan yang dialogis.
3. Tahap
ketiga (the existential encounter)
Pada
tahap ini ditandai dengan aktivitas yang dilakukan konseli dengan
mengeksplorasi masalahnya secara mendalam dan membuat perubahan-perubahan yang
cukup signifikan. Tahap ini merupakan fase tersulit karena pada tahap ini
konseli menghadapi kecemasan-kecemesannya sendiri, ketidakpastian, dan
ketakutan-ketakutan yang selama ini terpendam dalam diri. Pada fase ini
konselor memberikan dukungan dan motivasi berusaha memberikan keyakinan ketika
konseli cemas dan ragu-ragu menghadapi masalahnya. Pada tahap ini terdapat
beberapa langkah yang dilalui, yaitu:
a. Menghadapi
hal-hal yang tidak diketahui dan mempercayai regulasi diri organismik klien
untuk berkembang.
b. Memiliki
kembali bagian dari diri konseli yang tadinya hilang atau tidak diakui.
c. Membuat
suatu keputusan eksistensial untuk hidup dan terus berjalan.
d. Bekerja
secara sistematis dan terus menerus dalam mengatasi keyakinan konseli yang
destruktif, tema-tema kehidupan klien yang negative.
e. Memilih
hidup dengan keberanian menghadapi ketidakpastian.
f. Berhubungan
dengan makna-makna spiritual.
g. Mengalami
sebuah hubungan perbaikan yang terus-menerus berkembang.
4. Tahap
Keempat (integration)
Pada
tahap ini konseli sudah mulai dapat mengatasi krisis-krisis yang dieksplorasi
sebelumnya dan mulai mengeintegrasikan keseluruhan diri, pengalaman dan
emosi-emosinya dalam prespektif yang baru. Tahap ini terdiri dari beberapa
langkah, diantaranya:
a. Membentuk
kembali pola-pola hidup dalam bimbingan pemahaman baru dan insight baru.
b. Memfokuskan
pada pembuatan kontrak relasi yang memuaskan.
c. Berhubungan
degan masyarakat dan komunitas secara luas.
d. Menerima
ketidakpastian dan kecemasan yang dapat menghasilkan makna-makna baru.
e. Menerima
tanggung jawab untuk hidup.
5. Tahap
Kelima (ending)
Pada
tahap ini konseli siap untuk memulai kehidupan secara mandiri tanpa supervisi
konselor. Tahap pengakhiran ditandai dengan proses sebagai berikut:
a. Berusaha
untuk melakukan tindakan antisipasi akibat hubungan konseling yang telah
selesai.
b. Memberikan
proses pembahasan kembali isu-isu yang ada.
c. Merayakan
apa yang telah dicapai.
d. Menerima
apa yang belum dicapai.
e. Melakukan
antisipasi dan perencanaan terhadap krisis di masa depan.
f. Membiarkan
pergi dan terus melanjutkan kehidupan.
Selain
tahap-tahap konseling di atas, Perls mengungkapkan tahapan konseling yang
dikaitkan dengan perkembangan kepribadian individu. Perls mengumpamakan
kepribadian individu seperti mengupas lapisan bawang. Lima lapisan di bawah ini
membentuk tahap-tahap konseling atau bisa disebut juga dengan lima tahap menuju
gaya hidup Gestalt.
1. Lapisan
phony
Tahap
di mana individu yang terjebak pada proses menjadi orang, yang sebenarnya bukan
mereka. Tahap ini dikarakteristikkan sebagai individu yang memiliki banyak
konflik yang tidak pernah diselesaikan.
2. Lapisan
phobic
Pada
tahap ini individu menjadi lebih sadar tentang phony games mereka, mereka menjadi sadar tentang ketakutan untuk
mempertahankan permainan ini. Pengalaman ini sering kali ditakuti.
3. Lapisan
impasse
Pada
lapisan ini individu mencapai ketika mereka mendapat dukungan dan menemukan,
bahwa mereka tidak mengetahui cara yang terbaik untuk menghadapi ketakutan dan
ketidaksenangan. Orang sering kali mejadi terhambat pada tahap ini dan menolak
untuk maju.
4. Lapisan
imposif
Pada
lapisan ini individu memiliki kesadaran bahwa mereka membatasi diri mereka, dan
mereka memulai bereksperimen dengan tingkah laku baru dalam seting konseling.
5. Lapisan
Eksplosif
Bila
eksperimen dengan tingkah laku baru mereka sukses di luar eting konseling,
individu baru mencapai eksplosif, di mana mereka menemukan banyak energi yang
tidak terpakai dan terjebak dalam lapisan phony.
Hubungan terapeutik terapi gestalt
menekankan pada empat karakteristik dialog, yaitu:
a. Inklusi
b. Kehadiran
c. Komitmen
untuk dialog
d. Dialog
yang hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar