26 Mei 2013

Tahap tahap konseling gestalt

Joyce da Sill (2001) megatakan bahwa proses konseling gestalt terjadi dalam tahapan tertentu yang fleksibel. Tiap-tiap tahap memiliki prioritas dan tujuan tertentu yang membantu konselor dalam mengorgaisasikan proses konseling. Tahap-tahap tersebut yaitu:
1.      Tahap pertama (the beginning phase)
Pada tahap ini konselor menggunakan metode fenomenologi untuk meningkatkan kesadaran konseli, menciptakan hubungan dialogis mendorong keberfungsian konseli secara sehat dan menstimulasi konseli untuk mengembangkan dukungan pribadi dan lingkungannya. Secara garis besar, proses yang dilalui dalam konseling tahap pertama adalah:
a.       Menciptakan tempat yang aman dan nyaman untuk prose konseling.
b.      Mengembangkan hubungan kolaboratif.
c.       Mengumpulkan data, pengalaman konseli dan keseluruhan gambaran kepribadiannya dengan pendekatan fenomenologi.
d.      Meningkatkan kesadaran dan tanggug jawab pribadi konseli.
e.       Membangun sebuah hubungan yang dialogis.
f.       Meningkatkan self-support, khususnya dengan konseli yang memiliki proses diri yang rentan.
g.      Mengidentifikasikan dan mengklarifikasikan kebutuhan-kebutuhan konseli dan tema-tema masalah yang muncul.
h.      Membuat prioritas dan kesimpulan diagnosis terhadap koseli.
i.        Mempertimbangkan isu-isu budaya dan isu-isu lainnya yang memiliki perbedaan potensial antara konselor dan konseli serta mempengaruhi proses konseling.
j.        Konelor mempersiapkan rencana untuk menghadapi kondisi-kondisi khusus dari konseli, seperti menyakiti diri sendiri, kemarahan yang berlebihan, dan sebagainya.
k.      Bekerjasama dengan konseli untuk membuat rencana konseling.
2.      Tahap kedua (clearing the groud)
pada tahap ini proses konseling berlanjut pada strategi-strategi yang lebih spesifik. Peran konselor adalah secara berkelanjutan mendorong dan memangkitkan keberanian konseli mengungkapkan ekspresi pengalaman dan emosi-emosinya dalam rangka katarsis dan menawarkan konseli untuk melakukan berbagai eksperimentasi untuk meningkatkan kesadarannya, tanggung jawab pribadi, dan memahami unfinished bussines. Adapun proses tahap ini meliputi:
a.       Mengeksplorasi introyeksi-introyeksi dan modifikasi kontak.
b.      Mengatasi urusan yang tidak selesai.
c.       Mendukung ekspresi-ekspresi konseli atau proses katarsis.
d.      Melakukan eksperimentasi perilaku baru dan memperluas pilihan-pilihan bagi konseli.
e.       Terlibat secara terus menerus dalam hubugan yang dialogis.
3.    Tahap ketiga (the existential encounter)
Pada tahap ini ditandai dengan aktivitas yang dilakukan konseli dengan mengeksplorasi masalahnya secara mendalam dan membuat perubahan-perubahan yang cukup signifikan. Tahap ini merupakan fase tersulit karena pada tahap ini konseli menghadapi kecemasan-kecemesannya sendiri, ketidakpastian, dan ketakutan-ketakutan yang selama ini terpendam dalam diri. Pada fase ini konselor memberikan dukungan dan motivasi berusaha memberikan keyakinan ketika konseli cemas dan ragu-ragu menghadapi masalahnya. Pada tahap ini terdapat beberapa langkah yang dilalui, yaitu:
a.       Menghadapi hal-hal yang tidak diketahui dan mempercayai regulasi diri organismik klien untuk berkembang.
b.      Memiliki kembali bagian dari diri konseli yang tadinya hilang atau tidak diakui.
c.       Membuat suatu keputusan eksistensial untuk hidup dan terus berjalan.
d.      Bekerja secara sistematis dan terus menerus dalam mengatasi keyakinan konseli yang destruktif, tema-tema kehidupan klien yang negative.
e.       Memilih hidup dengan keberanian menghadapi ketidakpastian.
f.       Berhubungan dengan makna-makna spiritual.
g.      Mengalami sebuah hubungan perbaikan yang terus-menerus berkembang.
4.    Tahap Keempat (integration)
Pada tahap ini konseli sudah mulai dapat mengatasi krisis-krisis yang dieksplorasi sebelumnya dan mulai mengeintegrasikan keseluruhan diri, pengalaman dan emosi-emosinya dalam prespektif yang baru. Tahap ini terdiri dari beberapa langkah, diantaranya:
a.       Membentuk kembali pola-pola hidup dalam bimbingan pemahaman baru dan insight baru.
b.      Memfokuskan pada pembuatan kontrak relasi yang memuaskan.
c.       Berhubungan degan masyarakat dan komunitas secara luas.
d.      Menerima ketidakpastian dan kecemasan yang dapat menghasilkan makna-makna baru.
e.       Menerima tanggung jawab untuk hidup.
5.    Tahap Kelima (ending)
Pada tahap ini konseli siap untuk memulai kehidupan secara mandiri tanpa supervisi konselor. Tahap pengakhiran ditandai dengan proses sebagai berikut:
a.       Berusaha untuk melakukan tindakan antisipasi akibat hubungan konseling yang telah selesai.
b.      Memberikan proses pembahasan kembali isu-isu yang ada.
c.       Merayakan apa yang telah dicapai.
d.      Menerima apa yang belum dicapai.
e.       Melakukan antisipasi dan perencanaan terhadap krisis di masa depan.
f.       Membiarkan pergi dan terus melanjutkan kehidupan.
            Selain tahap-tahap konseling di atas, Perls mengungkapkan tahapan konseling yang dikaitkan dengan perkembangan kepribadian individu. Perls mengumpamakan kepribadian individu seperti mengupas lapisan bawang. Lima lapisan di bawah ini membentuk tahap-tahap konseling atau bisa disebut juga dengan lima tahap menuju gaya hidup Gestalt.
1.    Lapisan phony
Tahap di mana individu yang terjebak pada proses menjadi orang, yang sebenarnya bukan mereka. Tahap ini dikarakteristikkan sebagai individu yang memiliki banyak konflik yang tidak pernah diselesaikan.
2.    Lapisan phobic
Pada tahap ini individu menjadi lebih sadar tentang phony games mereka, mereka menjadi sadar tentang ketakutan untuk mempertahankan permainan ini. Pengalaman ini sering kali ditakuti.
3.    Lapisan impasse
Pada lapisan ini individu mencapai ketika mereka mendapat dukungan dan menemukan, bahwa mereka tidak mengetahui cara yang terbaik untuk menghadapi ketakutan dan ketidaksenangan. Orang sering kali mejadi terhambat pada tahap ini dan menolak untuk maju.
4.    Lapisan imposif
Pada lapisan ini individu memiliki kesadaran bahwa mereka membatasi diri mereka, dan mereka memulai bereksperimen dengan tingkah laku baru dalam seting konseling.
5.    Lapisan Eksplosif
Bila eksperimen dengan tingkah laku baru mereka sukses di luar eting konseling, individu baru mencapai eksplosif, di mana mereka menemukan banyak energi yang tidak terpakai dan terjebak dalam lapisan phony.
Hubungan terapeutik terapi gestalt menekankan pada empat karakteristik dialog, yaitu:
a.       Inklusi
b.      Kehadiran
c.       Komitmen untuk dialog
d.      Dialog yang hidup

Tidak ada komentar: